Sabtu, 06 Oktober 2012

Seeing Indonesia From Thailand




dari kanan-kiri; Joe, Amit, Usman, Kumar, Sherlita, Zunayeed, Ikram (me), Gongbao, Riski, Warren, Shivaji

Opening Ceremony @ UN-ESCAP Building
Baru-baru ini saya ada kegiatan untuk menjadi Chair di Asia-Pacific Model UN. Merupakan simulasi sidang PBB yang ngetrend di kalangan mahasiswa, umumnya di daerah Eropa. Kebetulan saya mendapatkan jatah nge-chair di GA2. Padahal sebelumnya saya mendapatkan surat tugas untuk menjadi co-chair, kerjaannya sama, hanya saja sedikit ringan tanggung jawabnya. Tapi apa boleh dikata, kala itu si chair tak kunjung datang dan saya ditunjuk untuk menjadi chair. Hal serupa juga terjadi di GA3. Bahkan di GA1, chair dan co-chairnya ga datang. Sehingga untuk GA1 diambillah co-chair dari UNSC. Menurut saya sih, UNSC adalah tempat expertnya MUNers.

Tibanya saya disana, saya hanya sendiri. Padahal kamarnya adalah sharing bedroom alias ada dua tempat tidur. Again, I got Indian as my roommate. Kayanya emang jodoh atau apa antara saya dengan Indians. Tapi Alhamdulillah, syukur banget dia lebih memilih berbicara bahasa inggis ketimbang India. Walaupun aksen India masih kental. Kumar, adalah salah seorang chair yang pertama kali saya jumpai sekaligus jadi roommate saya.

dinner at Yok Yor
Maklum, wong udik masuk hotel mewah, sempat-sempatnya saya mengambil beberapa photo dengan mengenakan pakaian mandi. Ambassador Hotel adalah hotel tempat kami menginap. Memang sih hotelnya bintang empat (menurut google), tapi hotel tersebut tergolong tua. Kata teman dari Thailad, hotel ini udah habis masa kejayaannya walaupun dulu sempat populer. So, breakfast di hotel, dan saya kembali kebayang breakfast pertama di hotel sewaktu ikut Olimpiade Speedy Cerdas. Walaupun kali ini jauh lebih mewah, tapi ya pengalaman seperti itu jarang bagi orang seperti saya. Disanalah saya berjumpa; Amit, Zunayeed, Usman, Shivaji, Gongbao dan Warren.

Saya pun memperkenalkan diri saya. Jujur, saya tidak begitu akrab dengan budaya self introduction. Biasa kawan dulu yang mulai, yah tapi nasib ketika itu saya hanya Indonesian seorang. Apa boleh buat, gaul aje kite.

Zunayeed merupakan seorang Bangladesh, namun iya pernah menjadi volunteer saat tsunami 2004 di Aceh. Ingat banget kata-katanya,"don't let American comes to your country, they will take every resources from you." Waw! Orang luar tapi tau masalah di negara kita. Mungkin ya karena ia memang belajar International Studies atau mungkin Bangladesh memiliki kemiripan dengan Indonesia. Who knows? He is a funny person. Masih sering ingat kata-kata humorisnya "not have madam, not have (dengan dialek Thailand)" dan "Wake up gongbao... wake up"

Orang di rumah suka nanyain sih," tuh gimana disana? ngomongnya pake bahasa apa?" Emang pertamanya agak ragu, tapi overall everything is fine. Udah ditempa sama konferensi-konferensi sebelumnya. Jihad jadi saksinya. :D



[Chairing GA2] Formal Session
[Chairing GA2] Informal Session













They were all great people. Gongbao adalah mahasiswa tingkat akhir dan telah memiliki pengalaman yang cukup di UK melalui sebuah program beasiswa. Darinya saya mengerti bahwa orang china sangat kesulitan untuk mendapatkan beasiswa baik dalam maupun luar negri. Katanya orang china sudah terlalu banyak jadi tidak terlalu di-support untuk mendapatkan beasiswa di luar negri. Orang China bukan berarti Etnis China ya.

Usman merupakan seorang pengacara dari London. Darinya kami banyak belajar bagaimana menjadi chair yang baik. Believe you me, dia mengetahui segalanya. Pria asal Pakistan ini, biaya seluruhnya di cover oleh bossnya, bahkan biaya untuk pulang kampung ke Pakistan.

Bersama kami juga ada Jeanmark dan Amit yang memang merupakan diplomat bekerja untuk PBB. Jeanmark merupakan orang yang sangat berpengalaman dibidang diplomasi. Beliau sudah memimpin banyak sidang (google). Bahkan katanya beliau memulainya dari MUN hingga persidangan asli. Satu kata yang sangat saya kagumi dari Amit,"I born as Indian and die as Indian." Saya belum menentukan apakah saya akan mengikuti jejaknya dengan mati sebagai seorang Indonesia atau sebagai warga negara lain. Let's the time passes  by aja lah.

Ada dua teman saya dari Indonesia dan dua-duanya cewe. Mereka pun menjadi dua-duanya chair perempuan, Sherlita dan Riski. Riski merupakan final year student di UI (sibuk banget) dan pengalamannya di MUN tak diragukan. Sherlita merupakan seorang gadis yang seangkatan (UB) dan juga seorganisasi dengan saya, ASEANPreneurs.
Closing Ceremony with all secretariat and chairs ^_^
 
Disana saya banyak belajar tentang pandangan hidup bahkan sampai rahasia awet muda ala Amit (37).  Pandangan bagaimana kita suatu bangsa tidak boleh memandang rendah bangsa lain. Dapat pelajaran bagaimana jilbab dapat menjadi identitas sekaligus pelindung bagi muslimah. Menakjubkannya lagi, saya mendapatkan pandangan ini dari orang-orang dengan latar belakang yang beragam. Bahkan disana saya tau, Pakistan dan India itu musuhan.

Apa yang saya lihat di Thailand tidak lah sebatas dari teropong orang-orang hebat tadi. Namun kegiatan sosial dan keramahan penduduk lokal juga menjadi penilaian saya. Ketika saya bandingkan Indonesia dan Thailand. Harus saya akui, Thailand pantaslah membanggakan diri. Memang perbedaannya hanya sedikit dengan Indonesia, namun untuk tingkat rasa Aman, saya lebih merasa aman di Thailand dibandingkan di Medan atau Jakarta. Mungkin itulah yang menjadi daya tarik para turis. Oh ya, Thailand sendiri bangga dengan suksesnya mereka mengakui jenis kelamin ke tiga yaitu "Lady Boy". Walaupun saya sendiri tidak setuju jika hal tersebut menjadi hal lebih dari Thailand, namun satu yang pasti, itulah jalan mereka untuk menghadapi perbedaan.

Tidak seperti saya di Semarang, Bandung, Surabaya, atau Jakarta yang sering merindukan rumah ketika saya disana. Di Thailand saya merasa tidak ingin pulang. Thailand has become my other home. Hope I can visit it again one day. :D


Last Dinner @ Yok Yor Restaurant


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blog Archive