Jumat, 24 Juni 2011

Pemerintah dan Kasus Hukuman Mati TKI di Arab Saudi



Assalammu'alaikum wr. wb.
Dalam beberapa kasus belakangan ini, Indonesia kembali diuji dengan terhukum pancung nya salah seorang TKI bernama Ruyati binti Satubi. Masih banyak lagi TKI yang sedang berada dalam daftar tunggu untuk hukuman mati disana. Dan ternyata masih ada 300 TKI yang terancam hukuman mati di luar negri dan 3 telah di eksekusi.

Malaysia menjadi negara yang memiliki daftar kasus WNI terancam hukuman mati terbanyak dengan jumlah 233 TKI. China berada di peringkat kedua dengan 29 orang TKI, dan Arab Saudi berada di peringkat ketiga dengan 28 orang TKI.

Di Malaysia masalah umum yang menyebabkan para TKI mendapat hukuman mati adalah kasus penyelundupan narkoba, sedang di China dan Arab kasus pembunuhan yang menjadi penyebab didakwanya hukuman mati atas para TKI tersebut.

Menurut http://ddhongkong.org kebanyakan alasan para TKI ini membunuh majikannya adalah penyiksaan dan berbagai perilaku immoral yang dilakukan oleh majikannya.

Berbicara tentang Qisas (nyawa dibayar nyawa) di Arab ada baiknya kita lihat terjemahan ayat berikut ini yang dikutip dari wikipedia.com:

Dasarnya adalah: "Hai orang-orang yang beriman diwajibkan bagi kamu qishash atas orang-orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Barangsiapa mendapat ma'af dari saudaranya, hendaklah yang mema'afkan mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik." [Al Baqarah:178]

"Dan Kami tetapkan atas mereka di dalamnya (Taurat) bahwa jiwa dibalas dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka pun ada Qisasnya. Barangsiapa yang melepaskan hak Qisas, maka melepaskan hak itu jadi penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang yang zalim." [Al Maa-idah:45]


Sesuai dengan ayat diatas sebenarnya hukuman yang berdasarkan Syari'at Islam ini begitu tegas namun tetap memperlihatkan keMuliaan maaf. Disebutkan bahwa jika keluarga korban memberi maaf kepada terdakwa maka akan Qisas terhadap terdakwa akan dilepas dari Qisas dan bahkan menjadi penebus dosa bagi keluarga korban.


Dalam kasus ini sebenarnya pemerintah Indonesia telah melakukan segala upaya pembebasan, Ruyati dalam kasus ini, melalui pemerintah Arab. Pemerintah Arab sendiri telah melakukan upaya meminta status ta'zir dengan meminta pemberian maaf oleh keluarga korban. Namun sayangnya usaha ini tidak berhasil dan hukum Qisas pun dijalankan.


Sepertti yang dilansir di atas bahwa perilaku kejam dan keji dari majikan menjadi alasan banyak TKI untuk melakukan pembunuhan terhadap majikannya. Pertanyaannya adalah, sesuai dengan Ayat diatas bahwa "luka pun ada Qisasnya." apakah lembaga hukum Arab Saudi seirus menangi dengan menjatuhkan Qisas terhadap kasus-kasus penyiksaan terhadap para TKI? Setidaknya hal inilah yang dapat didesak Pemerintah Indonesia kepada Pemerintah Arab Saudi.


Bahkan ironinya lagi berbagai media masa, sebut saja "Saudi Gazette," menyebutkan bahwa pemberhentian pengiriman TKI ke Arab Saudi oleh Pemerintah Indonesia merupakan langkah politis dan langkah skeptis dalam menangani kasus TKI di Arab. Padahal jika melihat dari kondisinya sendiri, langkah ini merupakan langkah untuk melindungin sekaligus menghindari terjadinya pelanggaran-pelanggaran hukum diantara kedua belah pihak. Dimana saat ini kasus penyiksaan terhadap TKI sudah melampaui batas. Hal yang perlu dicatat lagi adalah langkah ini penting untuk menjaga hubungan antara Indonesia dan Arab Saudi.


Ketidakadaannya hukum yang jelas antara kedua negara ini mengenai masalah TKI membuat masalah TKI ini kian rumit untuk diselesaikan. Landasan hukum mengenai PRT tersebut hanyalah UU imigrasi. Jadi tidak heran kasus-kasus seperti penyiksaan dan pemerkosaan terhadap PRT terjadi sangat banyak.

Jika kita pandang dari segi sosialnya juga, sepertinya bangsa Arab yang mengalami modernisasi ini masih tetap memegang nilai kulturalnya, yakni perbedaan derajat, sosial, dll. Dalam kasus PRT mereka mendapatkan level sosial yang paling rendah.


Jadi pemerintah memang telah melakukan usaha yang optimal. Saran dari penulis, sebaiknya pemerintah tetap memberhentikan pengiriman TKI ke daerah-daerah Arab Saudi, setidaknya pandangan-pandangan sosial tentang PRT sebagai pekerjaan paling hina di mata sosial mereka hilang. Karena kita bermain pada budaya bukan pada aturan pemerintah. Saya rasa pemerintah Indonesia cukup tahu tentang hal itu, melihat betapa banyaknya masalah di Indonesia yang di latar belakangi masalah Budaya.


OKe sekian guys... semoga apa yang terjadi membuat kita lebih jeli dan jernih dalam melihat dan menilai.......

Wassalammu'alaikum ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blog Archive